Perlawanan Terhadap Dalih Korporasi Besar dalam Pelanggaran HKI

pelanggaran hki

Modernis.co, Jakarta – Perkembangan industri di Indonesia semakin hari semakin meningkat. Pada tahun 2020 Kementrian Perindustrian menargetkan peningkatan pertumbuhan perindustrian di Indonesia mencapai 4,5% pada tahun 2021 Kemenperin menyebutkan bahwa terdapat lebih dari 3 juta perusahaan baru yang muncul di Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Dengan cepatnya perkembangan tersebut, tentunya banyak sekali permasalahan-permasalahan yang muncul kepermukaan.

Salah satu permasalahan korporasi yang paling vital adalah terjadi konflik antara korporasi dengan masyarakat. Konflik yang dilakukan oleh korporasi sering sekali bersinggungan dengan masyarakat, karena masyarakat sebagai pihak yang paling terdampak akibat rentetan konflik yang  terjadi, cakupannya pun cukup luas dari pada kejahatan-kejahatan yang lain. Kejahatan korporasi terjadi secara sistematis, menimbulkan banyak korban dan berdampak cukup serius. Namun hingga kini, keadilan di negeri ini belum mampu melindungi masyarakat dari rongrongan korporasi besar.

Dengan belum adanya sistem hukum yang mengatur secara pasti perihal pertanggung jawaban kejahatan korporasi, justru menambah banyak catatan kelam kejahatan-kejahatan korporasi itu sendiri. Pemerintah cenderung abai dengan tingkat kejahatan yang ditimbulkan oleh korporasi yang kian merajalela. Hal ini tidak sebanding dengan pesatnya pertumbuhan korporasi di Indonesia namun minimnya kesadaran hukum yang mengatur bagaimana korporasi tersebut bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.

Sebagaiman kejahatan korporasi terhadap kerusakan lingkungan, perampasan tanah, kriminalisasi, dan lain-lain. Padahal, kerugian yang diterima oleh para korban dalam hal ini adalah rakyat begitu besar, baik kerugian materiil maupun kerugian immateril. Terjadinya konflik antara korporasi dengan masyarakat tentu akan menimbulkan hilangnya rasa jaminan dan kepastian akan penegakan hukum. Hal ini jelas bertentangan dengan amanat “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”.

Masyarakat tentu merasa tidak aman, jika berhadapan dengan korporasi besar, karena selama ini masyarakat selalu dikalahkan dan dilemahkan dengan kata lain masyarakat menjadi pihak yang tertindas. Tidak menutup kemungkinan dibalik konflik antara rakyat dengan korporasi selalu ada pihak vested interest (pihak yang berkepentingan), sehingga asas equality before the law (persamaan hak warga negara di depan hukum) seringkali gugur karena akses-akses yang dimiliki oleh penguasa dan korporasi.

Hal ini berakibat tidak dipenuhinya ketentuan Pasal 27  ayat (1) UUD 1945, yang intinya adalah ”setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum”. Jadi dapat dikatakan bahwa konflik antara korporasi dengan masyarakat tidak pernah surut dan bahkan mempunyai kecenderungan untuk meningkat di dalam kompleksitas permasalahan maupun kuantitasnya seiring dinamika di bidang ekonomi, social dan politik.

Membantah Dalih Korporasi Besar Dalam Pelanggaran Hak Cipta

Sebagaimana yang telah kami uraikan d iatas hanya sebagai contoh kecil dari kejahatan korporasi besar terhadap masyarakat. Selain melakukan kejahatan lingkungan, perampasan hak milik tanah secara sewenang-wenang, ternyata kejahatan korporasi juga merambah pada sektor Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hal ini adalah hak cipta. Sebagaimana adalah dugaan pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh PT. Pura Nusa persada terkait Hologramisasi/Kinegramisasi Pita Cukai Tembakau/Rokok.

Perkembangan kasus pelanggaran hak cipta antara pihak PT. Pura Nusapersada sebagai tergugat dengan Feybe Fince Goni sebagai penggugat adalah pemilik hak cipta yang sah terhadap Hologramisasi/Kinegramisasi  Pita Cukai Tembakau/Rokok Telah memasuki persidangan yang kedua, pada tanggal 27 Januari 2022 dengan agenda jawaban gugatan dari terguat. Pihak tergugat dalam ini PT. Pura Nusapersada lewat kuasa hukumnya memberikan jawaban atas gugatan yang dilayangkan oleh Feybe Fince Goni (penggugat).

Dalih Jawaban Pihak Tergugat

Dalam jawaban gugatan yang diajukan oleh tergugat dalam hal ini PT. Pura Nusapersada, menyatakan bahwa gugatan yang diajukan oleh Feybe Fince Goni “error in persona” karena telah menarik tergugat sebagai pihak dalam gugatannya. Selain itu pihak tergugat juga berdalih bahwa penggugat dalam gugatannya “kabur”, yang dimaksud kabur adalah penggugat tidak secara jelas dan rinci menyebutkan perbuatan apa yang telah dilanggar oleh pihak tergugat. Tergugat juga menyatakan tidak pernah melakukan pelanggaran hak cipta dengan cara menggandakan, membajak, menyadur, menyalin ciptaan dan mengambil manfaat secara ekonomi, karena Hak Cipta Hologramisasi/Kinegramisasi Pita Cukai Rokok “HANYA DIANGGAP SEBAGAI KARYA TULIS.”

Pihak tergugat menyatakan bahwa gugatan dari pihak pengguat “premature,” artinya tergugat menyatakan belum ada putusan pengadilan yang menyatakan bahwa tergugat melakukan pelanggaran hak cipta. Tergugat berdalih bahwa tidak adanya tindak pidana yang dilakukan pihak tergugat, sehingga tergugat menyatakan bahwa gugatan dari penggugat bertentangan dengan UU RI No. 28 tahun 2014 pasal 95.

Tergugat menyatakan bahwa mereka telah memiliki hak paten. Sebagai dalih untuk melakukan pembelaan atas gugatan yang diajukan oleh penggugat terkait pelanggaran hak cipta, dengan menyatakan bahwa dalam karya tulis Hologramisasi/Kinegramisasi Pita Cukai Tembakau/Rokok tidak menjelaskan secara terperinci terkait metode, tektonologi dan proses pelekatan hologram pita cukai tembakau rokok

Semua dalih yang disampaikan pihak tergugat dalam hal ini PT. Pura Nusapersada hanyalah semakin menyatakan bahwa korporasi besar selalu menemukan alasan untuk melakukan kejahatan perampasan ide tanpa sedikitpun menyadari kesalahan terlebih lagi mengakui kesalahannya. Tidak adanya sikap profesionalitas dan berintegritas semakin menambah panjang catatan kesewenang-wenangan korporasi besar dalam konflik dengan masyarakat.

Pihak Penggugat

Feybe FinceGoni (penggugat) sebagai pemilik hak cipta yang sah terhadap Hologramisasi/Kinegramisasi Pita Cukai Tembakau/Rokok menyatakan menolak dengan tegas dalil-dalil yang disampaikan oleh tergugat. Menurut penggugat tergugat tidak memahami materi gugatan, bahwa gugatan yang dilayangkan olah penggugat adalah pelanggaran hak cipta sesuai dengan UU RI No 28 tahun 2014 pasal 9 ayat 1, 2 dan 3. Artinya penggugat telah tepat dan tidak salah dalam menentukan subjek hokum dalam ini PT. Pura Nusapersada.

Menanggapi tuduhan bahwa gugatannya “kabur” penggugat menyatakan bahwa tergugat tidak memahami perbedaan antara hak cipta dan hak paten padahal sudah sangat jelas bahwa penggugat hanya mendalihkan semua bukti pelanggaran hak cipta sesuai dengan UU RI No. 28 tahun 2014. Jika tergugat menyatakan tidak pernah melakukan pelanggaran hak cipta dengan cara menggandakan, membajak, menyadur, menyalin ciptaan dan mengambil manfaat secara ekonomi, atas ciptaan karya tulis yang merupakan hak cipta dari penggugat.

Padahal penggugat sudah sangat jelas dalam gugatannya menyatakan bahwa tergugat telah melakukan pengadaptasian, penggandaan dan pendistribusi ciptaan atas hak Cipta Hologramisasi/Kinegramisasi Pita Cukai Tembakau/Rokok tanpa seizin penciptanya. Akan tetapi tergugat hanya berkelit dan bermain kata-kata dan tidak menyertakan istilah adaptasi dalam jawaban atas gugatan.

Dengan pernyataan dari tergugat terkait tuduhan gugatan premature, membuktikan bahwa tergugat tidak sadar, bahwa tergugat sedang diajukan dalam perkaraa quo yang saat ini sedang berlangsung di pengadilan niaga pada Pengadilan Negeri Semarang. Tergugat menyatakan bahwa mereka telah memiliki hak paten. Sebagai dalih untuk melakukan pembelaan atas gugatan yang diajukan oleh penggugat terkait pelanggaran hak cipta, hal ini membuktikan bahwa tergugat tidak mampu membedakan antara hak cipta dengan hak paten.

Jika dalih-dalih irrasional dari korporasi besar yang ditampilkan secara kolosal dibiarkan mempengaruhi publik, terlebih lagi dalih ini sengaja disampaikan karena mereka merasa memiliki kekuasaan kapital, relasi dan back up yang kuat, sampai kapanpun konflik antara korporasi besar dan masyarakat akan selalu dimenangkan oleh korporasi besar. Maka dengan inilah Koalisi Masyarakat Pejuang Hak Kekayaan Intelektual (KOMPHEIN) menyatakan dengan tegas melakukan perlawanan terhadap segala dalih dari korporasi besar dalam pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual.

Oleh: Ahmad Zulkarnain (Mahasiswa Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

editor
editor

salam hangat

Related posts

Leave a Comment